Minggu, 12 Agustus 2012

Ngopi dan pertanyaan universalnya


“orang-orang selalu menjawab apa yang menjadi keharusan dalam hidup, sementara pertanyaan-pertanyaan selalu hadir diantaranya, dalam keresahan yang tak pasti”

Sementara kopi bukan sekedar upaya pemenuhan kita atas rasa. Kopi adalah ia yang ada diantara kompromi. Malam itu, saya dan beberapa karib memutuskan untuk menikmati kebersamaan kami disebuah ruang. Sebuah ruang yang kami sepakati adalah ruang yang memberikan kesempatan kepada kami untuk membangun komunikasi.
Semacam kafe, dengan brand kopi selayaknya adalah tanda bahwa ia memberikan jalan bagi aktivitas yang berhubungan dengan cara hidup kita. saya sendiri baru kali pertama bertandang ke kafe ini. dan gambaran saya tentang kafe kopi adalah memberikan suasana yang nyaman kembali hadir.
Ngopi jadinya bukan hanya cara kita menikmati seduhan kopi di air panas, ia memberikan ruang komunal.
Pengunjung berkerumun masing-masing. Mereka yang rata-rata adalah mahasiswa merayakan sesuatu yang tidak mereka dapat diantara rutinitas, yaitu kebebasan berbicara.
Entah apa yang mereka perbincangan diantara kerumunan-kerumunan itu. selayaknya orang yang baru hadir diantara suatu ruang. Saya mencoba mengamati, untuk kemudian berbincang tentang berbagai kemungkinan.
Cara ngopi seperti ini memang akan terdengar sebagai cara perayaan konsumerisme. Karena tempat ini menawakan gaya hidup yang seyogyanya ia menciptakan keberbedaan dengan yang lain. Keberbedaan yang diskrimnatif bahkan. Bahwa, ngopi seperti ini akan menciptakan kelas-kelas sosial baru-yang mampu membeli dan tidak, misalnya.
Tapi kemudian, setiap dari kita punya cara menikmati kehidupan. Tentang kenyamanan, kita punya definisi-definisi masing-masing. Akan tetapi, apakah dengan pernyataan ini saya akan dipersalahkan karena saya menikmati konsumerisme yang katanya jahat itu? Entah, saya berlalu lalang diantara kemungkinan-kemungkinan, akibat dari pertanyaan-pertanyaan yang saya bangun sendiri. Perlawanan adalah pertarungan kita melawan kelupaan kita sendiri.
Secangki kopi espresso tak luput dari bagaimana saya menikmati keadaan malam itu. kopi yang bagi kawan-kawan saya, adalah kopi yang pahit sehingga mayoitas mereka tidak suka. “terlalu ekstrim” katanya. Bagi saya, rasa yang kuat akan berpadu cantik dengan sebatang rokok. Sementara kawan-kawan saya menikmati kopi yag ia notabene adalah kopi dengan corak rasa yang soft.  Lalu saya berpikir, apakah dengan perbedaan selera ini akan menggambarkan kelas-kelas sosial baru? Pun, akhirnya pertanyaan-pertanyaan saya selalu berakhir sebagai pertanyaan. Namun, dengan cara itu, kami menikmati ruang komunikasi kami.
Saya dan abdi, sibuk mengutip pernyataan-pernyataan  untuk kemudian dipertanyakan kebelanjutannya. Lalu kami, menghayalkan masa depan. Menghayal bersama ditemani kopi akan terasa sangat lengkap. Selebihnya, adalah keharusan bagi kami untuk meneruskan pertanyaan ini pada sebuah sikap. Sikap yang tak bisa secara langsung kami hubungkan dalam kata. Diam berakhir pada dua kemungkinan; ketidaktahuan dan kebijaksanaan.
Soal ketidaktahuan, ia semacam cara bagi kita untuk selalu bodoh sehingga kita sadar akan ketebatasan. Dan kebijaksanaan tak lain adalah bahasa langit yang selalu menjadi mimpi bagi kami.
Dari sekian cara kami menikmati diskusi malam itu, anehnya kami bersepakat untuk tidak membahas politik konstitusional. Sudah cukup bagi kami, dicecoki berita-berita yang membuat jarak diantara kehidupan terdekat kami. Jadilah, kami berbicara tentang hal-hal sederhana. Tentang bagaimana sebenarnya kita sekerasnya berpikir yang ianya representasi manusia, selain kita adalah bagian dari sistem kosmos yang selalu tak dapat diprediksi perubahannya. Perubahan ini menyeluruh dari perubahan besar hingga kecil yang keduanya adalah cara kita memaknai nasib kita masing-masing.
Satu persatu pengunjung di kafe itu tak lagi ada. Saya disadarkan bahwa, kami adalah pengunjung paling akhir dan kami mesti bayar dan pulang. Diperjalanan pulang, saya berpikir bahwa ngopi adalah hal kompleks yang tak secara mendadak kita peluk. Ia menyiratkan dinamika yang tiada henti. Ia menawarkan pertanyaan-pertanyaan.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar